Mulyakan keluarga Nabi SAW

Di zaman dahulu, seorang Syarifah menderita, 

Keturunan Rasulullah, namun derita menghujani. 

Setelah suaminya pergi meninggalkan dunia, 

Janda itu berjuang, mempertahankan anak-anak yang kecil.


Rumahnya terpaksa dijual untuk bertahan hidup, 

Penghasilan yang sedikit, hidupnya terusir dari rumah sewa. 

Menyusuri jalan-jalan, mencari tempat berteduh, 

Syarifah berharap ada uluran tangan yang membantu.


Di sana, seorang ulama besar bersinar sinar, 

Namun ragu, tak percaya, bukti keturunannya meminta. 

Legitimasi diri, lembaga belum ada, 

Mufti itu enggan membantu, sang Syarifah berduka.


Pada malam harinya, sang ulama bermimpi, 

Surga terhampar megah, keindahannya memikat hati. 

Namun, penjaga surga menahannya, tak diijinkan masuk, 

"Perlulah izin dari Rasulullah," kata mereka.


Dengan hati hancur, sang ulama mencari Rasulullah, 

Bermohon izin, ingin memasuki istana surgawi. 

Namun sang Rasul bertanya, apa bukti kesetiannya, 

Cinta yang diucapkan, namun keturunan tak diakui?


"Kau bela orang yang memusuhi anak cucuku, 

Namun engkau tak mencintai keturunanku yang berjuang.

" Dengan pilu sang ulama terbangun dari mimpi, Menangis dan menyesal, ia merasa kehilangan.


Esok harinya, dia mencari sang Syarifah, 

Berharap bisa membantu, menghilangkan duka dan rasa. 

Berhari-hari mencari, bertanya ke sana ke mari, 

Hingga kabar datang, Syarifah tinggal di rumah pemuka Yahudi.


Dengan hati bergetar, sang ulama mencoba membujuk, 

Namun sang pemuka Yahudi menolak, mengungkapkan pengalamannya. 

Nabi Muhammad datang, berterima kasih atas bantuannya, 

Memberikan jatah surga, ia bersaksi keimanan menemukan.


Dari kisah ini, kita belajar tentang cinta dan kasih, 

Tak pandang keturunan, dalam menolong dan berbagi. 

Umat Nabi Muhammad bersatu dalam kasih sayang, 

Memahami ajaran beliau, hidup dengan penuh kedamaian.


Penjelasan:

Puisi di atas adalah puisi bebas yang mengisahkan kisah seorang Syarifah, cucu Rasulullah, yang hidup pada zaman dahulu. Puisi ini menceritakan tentang perjuangan sang Syarifah sebagai janda yang mencari nafkah dan merawat anak-anaknya setelah suaminya wafat. Ia mengalami kesulitan dalam mencari tempat tinggal hingga terpaksa menjual rumahnya.


Dalam perjalanannya mencari pertolongan, sang Syarifah mendatangi seorang ulama besar dan mufti terkemuka, berharap bisa mendapatkan tempat tinggal sementara di rumahnya. Namun, sang ulama menuntut bukti keturunan, dan ketidakmampuannya membuktikan menjadi pukulan emosional baginya.


Puisi ini kemudian beralih ke bagian mimpi sang ulama, di mana ia melihat istana-istana megah di surga. Namun, ia tidak diijinkan masuk hingga mendapatkan izin dari Rasulullah, yang kemudian menanyakan bukti kesetiaannya pada keturunan.


Sang ulama terbangun dengan pilu dan menyesal telah mengabaikan Syarifah dan anak-anaknya. Dia kemudian mencari Syarifah dan menemukan bahwa dia telah mendapatkan tempat tinggal di rumah seorang tokoh pemuka agama Yahudi.


Pada akhirnya, sang pemuka Yahudi mengungkapkan pengalamannya bermimpi bertemu dengan Nabi Muhammad, yang memberikan jatah surga sebagai imbalan atas pertolongannya kepada keturunan Rasulullah.


Puisi ini mengajarkan tentang pentingnya cinta, kasih sayang, dan saling menolong, tanpa memandang agama atau keturunan. Puisi bebas ini memberikan kebebasan ekspresi dalam bentuk dan irama, menciptakan suasana yang mendalam dan menggugah perasaan pembaca.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Menggapai Ketenangan

Keistimewaan Al-Qur'an

TPQ #ungkapan kepada sang guru TPQ